Rabu, 23 November 2011

MANTUQ DAN MAFHUM


A.      Pendahuluan

           
            Ketika kita berbicara mengenai ayat-ayat yang terkandung di dalam Al-Qur’an, sebenarnya dari semua ayat yang ada didalam Al-Qur’an tersebut tidak semuanya memberikan arti/pemahaman yang jelas terhadap kita. Jika kita mau telusuri, ternyata banyak sekali ayat-ayat yang masih butuh penjelasan yang lebih mendalam mengenai hukum yang tersimpan dalam ayat tersebut.       
            Ini menunjukkan bahwa ternyata ayat-ayat Al-Qur’an itu tidak hanya memberikan pemahaman secara langsung dan jelas, tetapi ada ayat yang maknanya tersirat didalam ayat tersebut. Begitu juga dengan ayat Mujmal, yang mana ayat ini belum jelas maksudnya, apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskannya. Dan ayat ini berlawanan dengan ayat mubayyan.
            Oleh karena itu, agar kita semua dapat memahami dan mengetahui hukum/makna yang terdapat didalam ayat-ayat Al-Qur’an, penulis akan memaparkan sedikit penjelasan guna menambah pemahaman pembaca mengenai ushul fiqih. Sebagian aspek tersebut yaitu mengenai Mantuq dan Mafhum, meliputi pengertian serta pembagian-pembagiannya.

B.      Pembahasan

MANTUQ DAN MAFHUM
A.   Mantuq
            Kata mantuq secara bahasa berarti sesuatu yang ditunjukkan oleh lafal ketika diucapkan. Secara istilah dilalah mantuq adalah:
دلالة المنطوق هي دلالة اللفظ على حكم شيئ مذ كور في الكلم
“Dilalah mantuq adalah penunjukkan lafal terhadap hukum sesuatu yang disebutkan dalam pembicaraan (lafal)”.
            Dari definisi ini diketahui bahwa apabila suatu hukum dipahami langsung lafal yang tertulis, maka cara seperti ini disebut pemahaman secara mantuq. Misalnya, hukum yang dipahami langsung dari teks firman Allah pada surat Al-Isra’ ayat 23 yang berbunyi :
فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Artinya: “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka”.
            Dalam ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum, pengertian mantuq yaitu ucapan lafadz itu sendiri (yang nyata = uffin) jangan kamu katakan perkataan “ah” atau perkataan yang keji kepada kedua orang tuamu. Sedangkan mafhum yang tidak disebutkan yaitu memukul dan menyiksanya (juga dilarang) karena lafadz-lafadz yang mengandung kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang nyata dinamakan mantuq dan tidak nyata disebut mafhum. Hal tersebut langsung tertulis dan ditunjukkan dalam ayat ini. Para ahli ushul fiqh membagi mantuq kepada dua macam yaitu:
1.    Mantuq sharih secara bahasa berarti sesuatu yang diucapkan secara tegas. Adapun definisi mantuq sharih secara istilah adalah:
المنطوق الصريح هوما وضغ اللفظ له فيد ل عليه بالمطابقة او بالتضمن
“Mantuq sharih adalah makna yang secara tegas yang ditunjukkan suatu lafal sesuai dengan penciptaannya, baik secara penuh atau berupa bagiannya”
Untuk memahami definisi ini dengan baik perlu dikemukakan contoh penggunaan dilalah mantuq sharih pada firman Allah surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
            Ayat ini menunjukkan secara jelas dan tegas melalui mantuq sharih tentang kehalalan jual beli dan keharaman riba.
2.    Adapun Mantuq ghairu sharih secara istilah adalah:
المنطوق غير صريح هو مالم يوضع اللفظ له بل هولا زم لما وضع
“Mantuq ghairu sharih adalah pengertian yang ditarik bukan dari makna asli dari suatu lafal, sebagai konsekuensi dari suatu ucapan”
            Dari definisi ini jelas bahwa apabila penunjukkan suatu hukum didasarkan pada konsekuensi dari suatu ucapan (lafal), bukan ditunjukkan secara tegas oleh suatu lafal sejak penciptaannya, baik secara penuh atau bagiannya disebut dilalah mantuq ghairu sharih.  Misalnya dalam firman Allah surat Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi :
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf”.
            Dari ayat ini dapat dipahami bahwa nasab seorang anak dihubungkan kepada ayah bukan kepada ibu karena tanggung jawab nafkah anak berada di tangan seorang ayah. Kesimpulan seperti ini diambil dengan cara mantuq ghairu sharih dari ayat di atas.

            Pembagian Mantuq
            Pada dasarnya mantuq ini terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1.            Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin di ta’wilkan lagi, seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 89.
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
Artinya: Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari
2.            Zhahir, yaitu suatu perkataan yang menunjukkan sesuatu makna, bukan yang dimaksud dan menghendaki kepada pentakwilan seperti firman Allah SWT surat Ar-Rahman ayat 27
وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Artinya: Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
Wajah dalam ayat diartikan dengan dzat, karena mustahil bagi Allah mempunyai wajah yang menyerupai seperti manusia.

B.   Mafhum
            Pengertian Mafhum secara bahasa adalah sesuatu yang ditunjuk oleh lafadz, tetapi bukan dari ucapan lafadz itu sendiri. Para ahli ushul fiqh mendefinisikan mafhum sebagai berikut
“Mafhum adalah penunjukkan lafal yang tidak diucapkan atau dengan kata lain penunjukkan lafal terhadap suatu hukum yang tidak disebutkan atau menetapkan pengertian kebalikan dari pengertian lafal yang diucapkan (bagi sesuatu yang tidak diucapkan)” Seperti firman Allah SWT.
فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
            Secara mantuq, hukum yang dapat ditarik dari ayat ini adalah haramnya mengucapkan kata “ah” dan menghardik orang tua. Dari ayat ini dapat juga digunakan mafhum, dimana melaluinya dapat diketahui haram hukumnya memukul orang tua dan segala bentuk perbuatan yang menyakiti keduanya.
Pembagian Mafhum
Mafhum juga dapat dibedakan kepada 2 bagian yaitu:
1.    Mafhum Muwafaqah, yaitu pengertian yang dipahami sesuatu menurut ucapan lafadz yang disebutkan. Menurut para ahli usul fiqh mafhum muwafaqah adalah penunjukan hukum yang tidak disebutkan untuk memperkuat hukumnya karena terdapat kesamaan antara keduanya dalam meniadakan atau menetapkan. Mafhum Muwafaqah dapat dibagi kepada 2 bagian yaitu:
    1. Fahwal Khitab, yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan. Seperti memukul orang tua lebih tidak boleh hukumnya, firman Allah yang berbunyi :
فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Sedangkan kata-kata yang keji saja tidak boleh (dilarang) apalagi memukulnya.
    1. Lahnal Khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan yang diucapkan, seperti firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 10:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak tersebut yang berarti dilarang (haram)
2.    Mafhum Mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti dalam firman Allah SWT surat Al-Jumuah ayat 9
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli
dari ayat ini dipahami bahwa boleh jual beli dihari Jum’at sebelum azan dikumandangkan dan sesudah mengerjakan shalat Jum’at. Dalil Khitab ini dinamakan juga mafhum mukhalafah.
Macam-macam mafhum mukhalafah
1)      Mafhum Shifat
      Yaitu yang menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya. Seperti firman Allah SWT dalam surat An-Nisaa ayat 92
وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ
Artinya: barangsiapa membunuh seorang mu'min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman
2)      Mafhum ’illat
   Yaitu yang menghubungkan hukum sesuatu menurut ‘illatnya. Seperti mengharamkan minuman keras karena memabukkan.
3)      Mafhum ’adat
      Yaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu. Firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 4.
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ
 ثَمَانِينَ جَلْدَةً
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera,
4)      Mafhum ghayah
      Yaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafaz ghayah ini adakalnya ”ilaa” seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 6.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ
 إِلَى الْمَرَافِقِ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku

وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ
Artinya: dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci
5)      Mafhum had
      Yaitu menentukan hukum dengan disebutkan suatu ’adad diantara adat-adatnya. Seperti firman Allah SWT dalam surat Al-An’am ayat 145
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
Artinya: Katakanlah, tidak saya peroleh di dalam wahyu yang diturunkan kepada saya, akan suatu makanan yang haram atas orang memakannya, kecuali bangkai, darah yang mengalir dan daging babi; karena ia barang yang keji atau fasiq, yaitu binatang yang disembelih dengan tidak atas nama Allah
6)      Mafhum al-Laqab
      Yaitu meniadakan berlakunya suatu hukum yang terkait dengan suatu lafal terhadap orang lain dan menetapkan hukum itu berlaku untuk nama atau sebutan tertentu. Misalnya, firman Allah dalam surat Yusuf ayat 4 yang berbunyi:
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ
Artinya: (Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya : Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan kulihat semuanya sujud padaku.
      Dari ayat ini dipahami bahwa ucapan tersebut hanya terkait dengan Nabi Yusuf karena tidak ada kaitannya dengan orang lain.
SYARAT-SYARAT MAFHUM MUKHALAFAH
            Syarat-syaraf Mafhum Mukhalafah, adalah seperti yang dimukakan oleh A.Hanafie dalam bukunya Ushul Fiqhi, se­bagai berikut untuk syahnya mafhum mukhalafah, diperlukan empat syarat:
1.    Mafhum mukhalafah tidak berlawanan dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah. Contoh yang berlawanan dengan dalil mantuq: (Q.S. Al-Isra’ Ayat 31)
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ
Artinya: Jangan kamu bunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan
Mafhumnya, kalu bukan karena takut kemiskinan dibunuh, tetapi mafhum mukhalafah ini berlawanan dengan dalil mantuq  yaitu: (QS. Al-Isra’ 33)
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
Artinya: Jangan kamu membunuh manusia yang dilarang Allah kecuali dengan kebenaran”
2.    Yang disebutkan (mantuq) bukan suatu hal yang biasanya terjadi. Contoh dalam firman Allah SWT dalam surat An-Nisaa ayat 23.
   “Dan anak tirimu yang ada dalam pemeliharaanmu” .
      Dari perkataan “yang ada dalam pemeliharaanmu” tidak boleh dipahamkan bahwa yang tidak ada dalam peme­liharaanmu boleh dikawini. Perkataan itu disebutkan, se­bab memang biasanya anak tiri dipelihara ayah tiri karena mengikuti ibunya.
3.    Yang disebutkan (manthuq) bukan dimaksudkan untuk menguatkan sesuatu keadaan seperti yang ada dalam hadits Rasul SAW.
“Orang Islam ialah orang yang tidak mengganggu orang-­orang Islam lainnya, baik dengan tangan ataupun dengan lisannya (Hadits)”.
      Dengan perkataan “orang-orang Islam (Muslimin)” tidak dipahamkan bahwa orang-orang yang bukan Islam boleh diganggu. Sebab dengan perkataan tersebut dimaksudkan, alangkah pentingnya hidup rukun dan damai di antara orang-orang Islam sendiri.
4.    Yang disebutkan (manthuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain. Contohnya firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 187.
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
Artinya: Janganlah kamu campuri mereka (isteri-isterimu) padahal kamu sedang beritikaf di mesjid
Tidak dapat dipahamkan, kalau tidak beritikaf dimasjid, boleh mencampuri
C.      Penutup/ Kesimpulan
            Dari penjelasan diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa dalil-dalil yang terkandung didalam Al-Qur’an tidak semuanya memberikan pemahaman/penjelasan yang jelas dan secara langsung. Akan tetapi banyak ayat yang maknanya tersirat dan membutuhkan ayat yang lain untuk memahamkannya. Skema dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an




Label:

2 Komentar:

Pada 6 Maret 2012 pukul 04.38 , Blogger adirianto mengatakan...

syukron ilmunya ustadz......
jaza kumullah khoir...

 
Pada 30 September 2013 pukul 05.50 , Blogger Ok mengatakan...

Sama2.... semoga bermanfaat.

 

Posting Komentar

Assalamu'alaikum.......

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda